MENABUR KERUKUNAN DI TANAH SENGKETA: MEMBACA SENGKETA TANAH NANGAHALE DALAM CERMIN FILSAFAT KONFUSIUS

Penulis

  • Martinus Paskalis Selvino Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero
  • Paulus Febrinam Merong Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero
  • William Agustinus Brayen Kasito Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero

Kata Kunci:

Konflik Agraria, Nangahale, Filsafat Konfusianisme, Etika Timur, Keadilan Sosial, Hak Atas Tanah, Harmoni Sosial

Abstrak

Konflik tanah di Nangahale, Maumere, mencerminkan ketegangan antara masyarakat lokal dan institusi formal dalam memaknai hak atas ruang hidup. Artikel ini menelaah akar konflik tersebut melalui lensa etika Konfusianisme yang menekankan nilai ren (kemanusiaan), li (tata sosial), yi (keadilan moral), de (kebajikan pemimpin), dan he (harmoni). Ditekankan bahwa penyeleseaian  sengketa agraria tidak cukup bersandar pada legalitas formal, melainkan harus berakar pada nilai etis dan dialog partisipatif yang mengakui martabat masarakat. Dengan pendekatan ini, etika Konfusianisme menawarkan kontribusi penting bagi pemulihan relasi sosial dan penciptaan keadilan yang lebih bermakna.

Unduhan

Diterbitkan

2025-05-30