PANDANGAN GEREJA TERHADAP RITUS TOMA AI TALI MASYARAKAT SIKKA: PRESPEKTIF TEOLOGI KURBAN JHOSEPH RATZINGER

Penulis

  • Yohanes Eufo Djawa Pasi IFTK Ledalero
  • Yohanes Virgilius Glecko IFTK Ledalero
  • Samuel Mariano Tae Bata IFTK Ledalero
  • Yohanes Emanuel Songkares IFTK Ledalero

Kata Kunci:

Toma Ai Tali, Teologi Kurban, Joseph Ratzinger, Sikka, Budaya Leluhur, Persekutuan Para Kudus

Abstrak

Tulisan ini membahas ritus Toma Ai Tali masyarakat Sikka dalam perspektif teologi kurban Joseph Ratzinger. Ritus ini, yang dipraktikkan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur melalui penyajian sirih-pinang dan darah babi, sering disalahpahami sebagai bentuk penyembahan berhala dan dikontraskan dengan kurban Kristus dalam iman Katolik. Melalui penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap tokoh adat dan masyarakat Kloangrotat, penelitian ini menemukan bahwa makna asli ritus Toma Ai Tali adalah ungkapan syukur, permohonan restu, dan pemeliharaan relasi harmonis antara masyarakat dengan leluhur dan alam. Dalam terang teologi kurban Ratzinger, kurban Kristus merupakan satu-satunya kurban yang sah bagi umat beriman, sedangkan praktik budaya seperti Toma Ai Tali lebih tepat dipahami sebagai bentuk devosi tradisional kepada leluhur yang sejalan dengan ajaran Gereja tentang persekutuan para kudus. Karena itu, istilah “kurban” dalam ritus ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan konflik iman dan kesalahpahaman teologis. Tulisan ini menegaskan pentingnya pelestarian budaya lokal dengan tetap berpijak pada pemahaman iman yang benar.

This paper discusses the Toma Ai Tali ritual of the Sikka people from the perspective of Joseph Ratzinger's theology of sacrifice. This ritual, which is practised as a form of respect for ancestors through the offering of betel nut and pig's blood, is often misunderstood as a form of idol worship and contrasted with the sacrifice of Christ in the Catholic faith. Through qualitative research involving in-depth interviews with traditional leaders and the Kloangrotat community, this study found that the original meaning of the Toma Ai Tali ritual is an expression of gratitude, a request for blessings, and the maintenance of harmonious relations between the community, their ancestors, and nature. In light of Ratzinger's theology of sacrifice, Christ's sacrifice is the only valid sacrifice for believers, while cultural practices such as Toma Ai Tali are better understood as a form of traditional devotion to ancestors that is in line with the Church's teaching on the communion of saints. Therefore, the term "sacrifice" in this ritual needs to be clarified so as not to cause conflicts of faith and theological misunderstandings. This article emphasises the importance of preserving local culture while remaining grounded in a correct understanding of faith.

Unduhan

Diterbitkan

2025-11-30